Tugas Kuliah
-->
KAJIAN STRUKTURAL KUMPULAN PUISI
BALLADA ORANG-ORANG TERCINTA KARYA W. S. RENDRA
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra tidak terlepas dari ragam sastra yang ada di dalamnya. Adapun yang tergolong di dalam ragam sastra salah satunya adalah puisi. Puisi adalah bentuk karangan yang terikat pada jumlah baris dalam bait, jumlah kata dalam baris, jumlah suku kata dalam baris, rima dan irama. Puisi merupakan bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna. Keindahan puisi hadir oleh adanya diksi dan majas. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas tetapi sangat kaya akan makna dan mengandung banyak penafsiran.
Dalam kajian ini, penulis mengkaji kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra. Nama asli W. S Rendra adalah Willibrodus Surendra Broto. Rendra dilahirkan pada tanggal 7 November 1935 di kota Solo. Selepas SMA Katolik di Solo, ia melanjutkan studi di Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Di kota inilah kiprah dan kreatifitas Rendra semakin meningkat. Ia menikah dengan Sunarti pada tahun 1959. Pernikahannya dengan Sunarti telah memberikan banyak inspirasi bagi Rendra dalam menulis puisi.
Banyak karya yang dihasilkan oleh Rendra. Ia dikenal sebagai penulis cerpen dan esai. Selain itu Rendra juga menulis naskah drama dan puisi. Dalam kajian ini penulis memilih untuk mengkaji kumpulan puisi Rendra karena berdasarkan data di dalam buku Tokoh Sastra Indonesia, Rendra lebih mengkonsentrasikan pada kegiatan penulisan puisi. Puisi-puisi yang ditulis Rendra diterbitkan dalam berbagai buku kumpulan puisi, yakni Ballada Orang-orang Tercinta (1957); Empat Kumpulan Sajak (1961), Blues untuk Bonnie (1971); Sajak-sajak Sepatu Tua ( 1972); Nyanyian Orang Urakan (1985); Potret Pembangunan Dalam Puisi ( 1983); Disebabkan oleh Angin (1993); dan Orang-orang Rangkasbitung (1993). Dalam kajian ini, penulis memilih kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta untuk dikaji karena berdasarkan data yang diuraikan di atas, kumpulan puisi tersebut adalah kumpulan puisi pertama yang ditulis Rendra, yaitu pada tahun 1957. Selain itu kumpulan puisi tersebut di dalamnya sarat dengan makna.
1.2 Permasalahan
Kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra antar puisi pertama dan seterusnya saling terkait. Keterkaitan itu dibuktikan dengan adanya beberapa judul yang sama-sama menggunakan kata ”Ballada”. Pada halaman 5 – 17, pada halaman 24, 26, 35, 39, 42, dan 46 judul-judul puisi tersebut menggunakan kata ”Ballada”. Antara tema dari masing-masing puisi juga berkaitan. Jadi, kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra ini saling terkait antar unsur-unsurnya.
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra sebagai berikut.
- Untuk mengetahui puisi-puisi karya Rendra.
- Untuk mengkaji setiap puisi yang terdapat di dalamnya.
- Untuk mengetahui keterkaitan antar unsur-unsurnya.
- Untuk mengetahui sejauh mana keindahan dan makna yang terkandung di dalam puisi-puisi tersebut.
1.4 Tinjauan Pustaka
Kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W.S Rendra pernah dibahas dari segi penyairnya sendiri, yaitu Rendra. Dalam pembahasan ini yang dibicarakan aadalah tentang maksud Rendra dalam puisi-puisi pada kumpulan Ballada Orang-orang Tercinta. Sumber yang diperoleh oleh penulis adalah Majalah Berita Mingguan GATRA edisi: 18 November 1995 ( No.1/II ) rubrik ”Laporan Utama”. Pembahasannya adalah bahwa Perjalanan kepenyairan Rendra dimulai dari sajak-sajaknya yang berbentuk balada, sajak bercerita.
Rendra muda berangkat dengan balada yang berisikan kisah cinta, epik-lirik tentang perempuan, kejantanan dan petualangan, seperti yang dituangkannya dalam kumpulan sajaknya yang pertama Ballada Orang-orang Tercinta (1957). Orang-orang tercinta, menurut Rendra, adalah sosok-sosok wanita memelas dan menyedihkan, ditinggal, disakiti, difitnah, atau tak dimengerti. Mereka juga bisa berwujud pejuang-pejuang gerilya, korban-korban perang, atau tawanan musuh yang kejam. Rendra mengguratkan kesaksiannya atas peristiwa kekerasan itu
melalui balada. Ia jatuh cinta pada balada karena mengandung peluang dramatik yang memberikan keleluasaan bagi petualangan alam khayalnya. Balada dan epik-lirik itulah yang berjasa mengasah ketajaman nalurinya pada pilihan kata dan kekuatan makna kata. Melalui kedua bentuk sajak itu, Rendra kemudian dikenal sebagai penyair yang paling kaya dan sangat produktif dalam menciptakan dan memanfaatkan metafora-metafora untuk mendukung citraan dramatik dan visual dalam sajak-sajaknya.
melalui balada. Ia jatuh cinta pada balada karena mengandung peluang dramatik yang memberikan keleluasaan bagi petualangan alam khayalnya. Balada dan epik-lirik itulah yang berjasa mengasah ketajaman nalurinya pada pilihan kata dan kekuatan makna kata. Melalui kedua bentuk sajak itu, Rendra kemudian dikenal sebagai penyair yang paling kaya dan sangat produktif dalam menciptakan dan memanfaatkan metafora-metafora untuk mendukung citraan dramatik dan visual dalam sajak-sajaknya.
Dapat dilihat metafora-metafora yang diciptaka Rendra, seperti: Bila bulan limau retak/ merataplah Patima perawan tua.../Bini Kasan ludahnya air kelapa.../ lelaki-lelaki rebah di jalanan/ lambung terbuka dengan geram srigala!.../O, bulu dada yang riap!/ Kebun anggur yang sedap!...(Balada Lelaki-lelaki Tanah Kapur). Atau: bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para.../ panas luka-luka, terbuka daging kelopak angsoka (Balada Terbunuhnya Atmo Karpo). Di antara penyair Indonesia, Rendralah yang terbaik.
1. 5 Landasan Teori
1.5.1 Judul
Judul adalah kepala karangan. Judul juga menggambarkan keseluruhan isi dari sebuah karya sastra. Judul pada kumpulan puisi karya W. S. Rendra ialah Ballada Orang-orang Tercinta, yang mewakili setiap judul pada puisi-puisi yang terdapat di dalamnya.
1.5.2 Tema
Tema adalah gagasan pokok dalam sebuah karya. Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat makna yang menjadi gagasan pokok dalam keseluruhan tiap-tiap puisi di dalamnya. Tema yang terkandung di dalam kumpulan puisi tersebut adalah kisah-kisah rakyat yang ingin mencinta dan dicinta.
1.5.3 Irama
Hal yang masih erat berhubungan dengan pembicaraan bunyi adalah irama. Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang teratur dan variasi-variasi bunyi menimbulkan suatu gerak yang hidup. Gerak itulah yang disebut irama. Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahsa dengan teratur.
Irama puisi dapat tercipta dalam tekanan-tekanan. Tekanan-tekana tersebut yakni tekanan dinamik, tekanan nada, dan tekanan tempo. Tekanan dinamik ialah tekanan pada kata yang terpenting, menjadi sari kalimat dan bait sajak. Tekanan nada ialah tekanan tinggi rendah, perasaan girang dan gembira. Perasan marah dan keheranan sering menaikkan suara, sedangkan perasaan sedih merendahkan suara. Tekanan tempo ialah lambat cepatnya pengucapan suku kata, kata uatau kalimat.
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat irama dengan adanya metrum dan ritme, serta tekanan-tekanan yang terdapat dalam irama itu. Irama yang ada di dalam kumpulan puisi tersebut akan dijelaskan pada Bab 2.
1.5.4 Diksi
Secara harafiah, diksi berarti pilihan kata. Pemilihan kata bagi penyair sangat penting karena kata-kata yang dipilih akan mewakili pikiran dan perasaannya. Biasanya, kata yang dipilih tidak bisa digantikan dengan kata yang lain meskipun artinya sama, karena kata tersebut sudah melalui perhitungan dan pemilihan kata yang cermat dan mempunyai nilai estetik.
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat beberapa diksi di dalam setiap puisi yang terdapat di dalamnya. Sesuai dengan latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pendidikan yang melingkupinya, dalam pemilihan kata Rendra memiliki ciri khas yang berbeda dari penyair lainnya.
1.5.5 Latar
Latar adalah tempat kejadian peristiwa dalam sebuah karya sastra. Latar tersebut meliputi latar tempat, latar waktu, latar alat, latar lingkungan kehidupan, dan latar sistem kehidupan.
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat latar pada setiap puisi di dalamnya. Latar-latar yang terdapat di dalam kumpulan puisi tersebut yakni latar tempat, latar waktu, dan latar alat.
1.5.6 Gaya Bahasa
Pengarang memrlukan gaya bahasa untuk membangkitkan atau menghidupkan suasana. Gaya bahasa ialah kemampuan atau keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Adanya gaya bahasa sangat menentukan keberhasilan karya sastra. Kata-kata itu tidak hanya memiliki arti, tetapi membangkitkan sesuatu yang berkaitan dengan bunyi, perasaan, dan sejak awal kata-kata dibandingkan lebih dulu, kemudian dicipta.
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat gaya bahasa.
BAB II KAJIAN STRUKTURAL
2.1 Kajian Struktural
Puisi (karya sastra) merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubunga yang timbal balik, saling menetukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam karya sastra bukan hanya berupa kumpulan hal-hal benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung.
Kajian struktural dalam analisis puisi ini sebagai langkah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengarang dalam membuat struktur atau unsur-unsur kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra, sehingga memiliki suatu makna yang utuh.
2.1.1 Judul
Judul adalah kepala karangan. Judul juga menggambarkan keseluruhan isi dari sebuah karya sastra. Judul pada kumpulan puisi karya W. S. Rendra ialah Ballada Orang-orang Tercinta, yang mewakili setiap judul pada puisi-puisi yang terdapat di dalamnya. Ada sebelas puisi yang menggunakan kata ”Ballada” di dalam kumpulan puisi tersebut. Ballada berarti kisah atau cerita rakyat dalam sebuah puisi. Di dalam kumpulan puisi Rendra terdapat cerita-cerita atau kisah-kisah yang digambarkan melalui puisi-puisi tersebut.
Data yang menunjukkan bahwa judul dapat mewakili semua puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra sebagai berikut.
- Ballada Kasan dan Patima
- Ballada Lelaki-lelaki Tanah Kapur
- Ballada Petualang
- Ballada Lelaki yang Terluka
- Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo
- Ballada Penyaliban
- Ballada Ibu yang Terbunuh
- Ballada Gadisnya Jamil, Si Jagoan
- Ballada Penantian
- Ballada Anita
- Ballada Sumilah
Kesebelas judul puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra sudah terwakili oleh judul kumpulan puisi tersebut, yaitu dengan adanya kata ”Ballada” pada kata depan puisi-puisi tersebut.
2.1.2 Tema
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat makna yang menjadi gagasan pokok dalam keseluruhan tiap-tiap puisi di dalamnya. Tema yang terkandung di dalam kumpulan puisi tersebut adalah kisah-kisah rakyat yang ingin mencinta dan dicinta.
Data yang menunjukkan tema pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra sebagai berikut.
BALLADA KASAN DAN PATIMA
....
– Kutuknya menunggu Patima!
– Tanpa cinta diketuknya jendela perawan tua itu.
– Datang kutuknya! Datang kutuknya!
– Patima menguncinya bagi hati sendiri.
Sekali dirasa diperturutkannya
didamba bagai bunga, diusapi bulu kakinya
bagi dirinya Cuma! Bagi dirinya Cuma!
: maunya.
– Datang kutuknya! Datang kutuknya!
– Dan kini ia lari kerna bini bau melati
Lezat ludahnya air kelapa.
Bau kemenyan dan kamboja goncang
bangkit Patima mencekau tangan reranting tua
menjilat muka langit api pada mata
dilepas satu kutuk atas kepala Kasan! Ya, Kasan!
....
(Rendra, 1971: 5)
Penggalan puisi di atas menceritakan betapa seorang Patima tidak hanya ingin dipermainkan oleh Kasan. Patima menginginkan cinta. Namun itu tak didapatkannya dari Kasan. Maka Patima mengutuki Kasan yang hanya mempermainkan dirinya.
BALLADA LELAKI-LELAKI TANAH KAPUR
....
Pada kokok ayam ketiga
dan jingga langit pertama
para lelaki melangkah ke desa
menegak dan berbunga luka-luka
percik-percik merah, dada-dada terbuka
Berlumur keringat diketuk pintu
– Siapa itu?
– Lelakimu pulang, perempuan budiman!
Perempuan-perempuan menghambur dari pintu
menjilati luka-luka mereka
dara-dara menembang berjengukan
dari jendela
....
(Rendra, 1971: 9)
Penggalan puisi di atas menceritakan para lelaki dari peperangan yang pulang kepada isrti-istri tercinta mereka. Lalu istri-istri mereka menyambutnya dengan penuh cinta.
BALLADA PERUALANG
....
Menapak ia menapak
adalah rindu di tiap tindak
kerna tuju erat dipeluknya
tiada ia pengin berpaling
Mama, betapa tegak ia.
buah asam gugur di jalan
ia pungut dengan tangan –––
Oi! Betapa disuka kecutnya
....
(Rendra, 1971: 12)
Penggalan puisi di atas menceritakan seorang anak yang pulang dari petualangannya. Ia pulang menuju ibunya yang tercinta. Ibu yang telah merindukannya pun menyambutnya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
BALLADA LELAKI YANG LUKA
Lelaki yang luka
biarkan ia pergi, mama!
Akan disatukan dirinya
dengan angin gunung.
sempoyongan tubuh kerbau
menyobek perut sepi.
dan wajah para bunda
bagai bulan redup putih
....
pergilah lelaki yang luka
tiada berarah, anak dari angin.
tiada tau siapa dirinya
didaki segala gunung tua.
Siapa kan beri akhir padanya?
menapak kaki-kaki kuda
menapak atas dada-dada bunda
....
(Rendra, 1971: 14)
Penggalan puisi di atas menceritakan seorang lelaki yang merindukan cinta seorang ibu. Lelaki itu yakin ibunya pun sangat merindukan dirinya karena rasa cinta kepadanya. Diceritakan juga lelaki itu terus mencari sebuah cinta dari seorang ibu. Betapa ia sangat terluka karena mendambakan cinta dari seorang ibu.
BALLADA TERBUNUHNYA ATMO KARPO
....
– Joko Pandan! Di mana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.
Pada langkah pertama keduanya sama baja
pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.
Malam bagai kelopak hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.
(Rendra, 1971: 16)
Penggalan puisi di atas menceritakan seorang ayah, yaitu Atmo Karpo yang harus menebus dosa pada anaknya dengan nyawanya sendiri. Ia harus berperang dengan anak yang sebenarnya sangat dicintainya. Maka, Joko Pandan pun dapat mengalahkan dan membunuh ayah tercintanya.
BALLADA PENYALIBAN
....
Tiada mawar-mawar di jalanan
tiada daun-daun palma
domba putih menyeret azab dan dera
merunduk tugas teramat dicinta
– Bapa kami di sorga
telah terbantai domba paling putih
atas altar paling agung.
Bapa kami di sorga
berilah kami bianglala!
....
Tiada jubah terbentang di jalanan
bunda menangis dengan rambut pada debu
dan menangis pula segala perempuan kota.
....
(Rendra, 1971: 24)
Penggalan puisi di atas menceritakan Yesus yang rela disalib karena sebuah tugas yang tercinta. Maka, pada saat penyalibannya, orang-orang menangisi kematiannya karena rasa cinta mereka pada Yesus.
BALLADA IBU YANG DIBUNUH
Ibu musang di lindung pohon tua meliang
bayinya dua ditinggal mati kakinya.
Bulan sabit terkait malam memberita datangnya
waktu makan bayi-bayinya mungil disayang
Matanya berkata pamitan, bertolaklah ia
dirasukinya dudun-dusun, semak-semak, taruhan
harian atas nyawa
....
Membumbung juga nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
oleh lengking pekik yang lebih mengigilkan
pucuk-pucuk daun
tertangkap musang bertina dibunuh esok harinya.
Tiada pulang ia yang mesti rampas rejeki hariannya
ibu yang baik, matinya baik, pada bangkainya gugur
pula dedaun tua
....
(Rendra, 1971: 26)
Penggalan puisi di atas menceritakan ibu musang yang mencari anak-anak yang dicintainya. Ibu musang yang malang itu pun akhirnya juga dibunuh seperti anak-anaknya.
BALLADA GADISNYA JAMIL, SI JAGOAN
....
– Jamil! Jamil!
Amis darah di mulutnya
kukulum keraknya kini.
Jamil! Jamil!
Bersuluh obor
mereka mengejarnya
setelah ia bunuh
anak lurah di pesta.
dan tikaman paling dendam
melepas dahaga hitam
pada tubuhnya yang capai.
Si dara menatap bulan di air
didengarnya bisik arus gaib.
Begitu ia masuk ke dalam kali.
Tiada kamboja di sini
dan gagak-gagak dilekati timah
pada mata-matanya.
Lala! Nana!
Tembang malam dan duka cita!
Angin di pucuk-pucuk mangga.
Tapi siapa’kan nyanyi untuknya?
(Rendra, 1971: 35)
Penggalan puisi di atas menceritakan seorang Jamil yang buru karena ia telah membunuh anak lurah. Maka tidak ada yang menangisi kematian Jamil, walau sebenarnya Jamil juga menginginkan cinta, dengan keberatan hati orang-orang yang ditinggalkannya.
BALLADA PENANTIAN
Gadis yang dilewati kedaraannya merenda depan
jendela
menggantungkan hari muka dan anggur hidupnya
pada penantian lelaki petualang yang jauh
pada siapa dulu telah ia serahkan kedaraan-
nya yang agung.
Janjinya kembaki di Tahun Baru belum juga
terpenuhi.
(Lelaki itu tak punya pos pangkalan).
....
Ia menanti di bawah jendela, dikubur ditumbuhi
bunga bertuba.
Dendamnya yang suci memaksanya menanti di situ
dikubur di bawah jendela.
(Rendra, 1971: 39)
Penggalan puisi di atas menceritakan seorang perempuan yang setia menanti seorang lelaki yang telah ia serahkan kedaraannya. Sampai tua pun si perempuan tetap setia menanti si lelaki karena mengaharap cintanya.
BALLADA ANITA
....
Anita.
Lelaki itu memperkosanya di ladang
hujan gerimis menambah ribut dada dan lang-alang,
lalu meninggalkannya dengan dingin mata
menenggelamkan diri bagi bahasa cinta.
Anita.
Derai gerimis menampar muka
kutuk membalik mendera dirinya
dadanya yang subur terguncang-guncang oleh damba.
Anita.
Dijatuhkan dirinya dari menara.
(Rendra, 1971: 42)
Penggalan puisi di atas menceritakan Anita yang putus asa karena dirinya telah diperkosa oleh laki-laki yang tak bertanggung jawab. Karena tak ada harapan cinta lagi baginya, Anita pun bunuh diri dengan melompat dari atas menara.
BALLADA SUMILAH
Tubuhnya lilin tersimpan di keranda
tapi halusnya putih pergi kembara.
Datang yang berkabar bau kamboja
dari sepotong bumi keramat di bukit
makan dari bau kemenyan.
Sumilah!
rintihnya tersebar selebar tujuh desa
dan di ujung setiap rintih diserunya
– Samijo! Samijo!
Bulan akan berkerut wajahnya
dan angin takut nyuruki atap jerami
seluruh kandungan malam pada tahu
roh Sumilah meratap dikungkung rindunya
Pada roh Samijo kekasih dengan belati pada mata.
(Rendra, 1971: 46)
Penggalan puisi di atas menceritakan Sumilah yang dengan setia menunggu kedatangan Samijo kekasinya. Dengan penuh cinta ia tetap menunggu kekasihnya itu.
2.1.3 Irama
Irama puisi dapat tercipta dalam tekanan-tekanan. Tekanan-tekana tersebut yakni tekanan nada, dan tekanan tempo. Tekanan nada ialah tekanan tinggi rendah, perasaan girang dan gembira. Perasan marah dan keheranan sering menaikkan suara, sedangkan perasaan sedih merendahkan suara. Tekanan tempo ialah lambat cepatnya pengucapan suku kata, kata atau kalimat.
Data yang menunjukkan tekanan-tekanan dalam irama pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra sebagai berikut.
2.1.3.1 Tekanan Nada
Patima! Patima!
susu dan mata padat sihir
lelaki muda sepikan pinangan
dipanasi ketakutan guna-guna.
(Rendra, 1971: 5)
Penggalan puisi di atas menunjukkan tekanan nada rendah karena haru. Rendra menunjukkan keharuannya pada Patima karena nasib Patima yang tak kunjung dilamar oleh lelaki.
Mama, betapa tegak ia.
buah asam gugur di jalan
ia pungut dengan tangan –––
Oi! Betapa disuka kecutnya
(Rendra, 1971: 13)
Penggalan puisi di atas menunjukkan tekanan nada tinggi karena rasa kagum atau heran. Rendra menunjukkan kekaguman atau keheranannya karena rasa cinta kasih ibu kepada anaknya, hingga bau keringat anaknya yang datang bertualang disukainya.
Joko Pandan! Di mana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa
(Rendra, 1971: 17)
Penggalan puisi di atas menunjukkan tekanan nada tinggi karena marah. Rendra menunjukkan kemarahan yang dialami Atmo Karpo kepada Joko Pandan anaknya.
Perempuan!
Mengapa kautangisi diriku
Dan tiada kautangisi dirimu?
(Rendra, 1971: 25)
Penggalan puisi di atas menunjukkan nada rendah karena kasihan dan terharu. Rendra menunjukkan rasa haru yang dialami Yesus pada para perempuan yang menangisi kematiannya.
Jamil! Jamil!
Bahkan pandang terakhir
tiada aku diberinya.
Punahlah sudah punah.
Lelaki yang hidup dari luka
kerbau jantan paling liar
Memberi gila di dada berbunga.
(Rendra, 1971: 35)
Penggalan puisi di atas menunjukkan nada rendah karena sedih. Rendra menunjukkan kesedihan yang dialami seorang gadis kekasih Jamil yang meratapi kematian Jamil yang tak mendapat kehormatan.
Sumilah!
Rintihnya tersebar selebar tujuh desa
Dan di ujung setiap rintih diserunya
Samijo! Samijo!
(Rendra, 1971: 47)
Penggalan puisi di atas menunjukkan tekanan nada rendah karena sedih. Rendra menunjukkan rasa sedih yang dialami Sumilah karena menunggu Samijo kekasihnya.
2.1.3.2 Tekanan Tempo
- Masihkah berair sumur tua?
+ Ya manis, ya
- Apakah kakak sudah dipinang
+ Ya manis, ya ya
....
- Mereka kata di rumah hitam semua.
+ Ya manis, ya ya
- Jalanan tanpa bebuah tanpa pepohonan.
+ Ya manis, ya ya
....
- Orang cerita dua kubur di bukit
+ Ya manis, ya ya
- Anak lelaki tak tinggal di rumah pusaka.
+ Ya manis, ya ya
(Rendra, 1971: 12 – 13)
Penggalan puisi Rendra di atas menunjukkan nada pelan. Rendra menunjukkan nada yang dibaca pelan itu, karena dalam puisi diceritakan seorang lelaki petualang yang kembali pulang kepada ibunya. Lelaki petualang itu menayakan keadaan desa yang dulu ditinggalkannya. Apakah masih seperti dulu atau sudah berubah keadaanya.
2.1.4 Diksi
Diksi meliputi Denotasi (makna yang sesungguhnya) dan konotasi (makna kiasan).
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat beberapa diksi di dalam setiap puisi yang terdapat di dalamnya. Sesuai dengan latar belakang sosial budaya, lingkungan, dan pendidikan yang melingkupinya, dalam pemilihan kata Rendra memiliki ciri khas yang berbeda dari penyair lainnya.
Jika kata-kata ditebahnya gerbang makam yang terdapat pada puisi Ballada Kasan dan Patima diubah dengan kata sinonimnya, yaitu dibukanya pintu kuburan, maka akan hilang keindahan puisi tersebut dan efeknya akan berubah sama sekali. Begitu juga dengan kata-kata mama betapa tegai ia, diubah dengan ibu sungguh tegar dia, pada puisi Ballada Petualang; kata-kata dulu ketika pamit mengembara diubah dengan dahulu waktu ijin pergi pada puisi Ada Tilgram Tiba Senja; kata-kata perawan dengan dada-dada pepaya diubah dengan gadis bersama buah-buah dada pada puisi Ballada Gadisnya Jamil, Si Jagoan, maka akan hilang jiwa estetik puisi-puisi tersebut.
Dengan contoh data di atas, dapat ditegaskan pentingnya diksi atau pilihan kata pada puisi. Pilihan kata yang dipakai Rendra tersebut dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, nada suatu puisi dengan tepat.
2.1.5 Latar
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat latar pada setiap puisi di dalamnya. Latar-latar yang terdapat di dalam kumpulan puisi tersebut yakni latar tempat, latar waktu, dan latar alat.
2.1.5.1 Latar Tempat
Patima! Patima!
Ditebahnya gerbang makam
Demi segala peri dan puntianak
Diguncangnya segala tidur pepokok kemboja
dibangunkan segala arwah kubur-kubur rengkah
dan dengan suara segain angin padang belantara
dilagukan masmur dan leher tembaga
mendukung kalap muka tengadah ke pusat kutuk:
....
(Rendra, 1971: 5)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Kasan dan Patima berlatar di kuburan atau pemakaman.
Berlumur keringat diketuk pintu
– Siapa?
– Lelakimu pulang, perempuan Budiman!
Perempuan-perempuan menghambur ke pintu
menjilati luka-luka mereka
dara-dara menembang dan berjengukan
dari jendela
(Rendra, 1971: 10)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Lelaki-lelaki Tanah Kapur berlatar didepan sebuah rumah atau lebih tepatnya di depan pintu, juga menggambarkan suasana sebuah lingkungan perumahan di desa. Ini ditujukkan dengan kata-kata dara-dara menembang dan berjengukan dari jendela.
Kampung tiada lagi berwarna yang dulu
Berkata para tetangga:
– Anak lelaki yang baik itu
mengapa tiada balik-balik juga?
(Rendra, 1971: 13)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Petualang berlatar di sebuah perkampungan.
Anita.
Lelaki itu memperkosanya di ladang
Hujan gerimis menambah ribut dada dan alang-alang,
Lalu meninggalkannya dengan dingin mata
Meneggelamkan diri bagi bahasa cinta.
(Rendra, 1971: 43)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Anita berlatar di ladang.
2.1.5.2 Latar Waktu
Pada kokok ayam ketiga
Dan jingga langit pertama
Para lelaki melangkah ke desa
Mengak dan berbunga luka-luka
Percik-percik merah, dada-dada terbuka.
(Rendra, 1971: 10)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Lelaki-lelaki Tanah Kapur menunjukkan waktu subuh atau dini hari.
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah
(Rendra, 1971: 17)
Bulan sabit terkai malam memberita datangnya
Waktu makan bayi-bayinya yang mungil sayang.
(Rendra, 1971: 26)
Dan sepanjang malam terurai riwayat duka
begini ceritanya:
Bila pucuk bambu ngusapi wajah bulan
ternak rebah dan bunda-bunda nepuki paha anaknya
dengan kumbang-kumbang api jatuh peluru meriam pertama
malam muntahkan serdadu Belanda dari Utara.
(Rendra, 1971: 47– 47)
Tiga puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo, Ballada Ibu yang Terbunuh, dan Ballada Sumilah menunjukkan waktu malam.
2.1.5.3 Latar Alat
Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Kar[po masih tegak, luka tujuh liang.
....
Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang
Ia telah membunuh bapanya.
(Rendra, 1971: 17)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Terbunuhnya Atmo Karpo menggunakan alat panah dan pedang.
Yesus berjalan ke Golgota
disandangnya salib kayu
bagai domba kapas putih.
(Rendra, 1971: 24)
Puisi Rendra di atas yang berjudul Ballada Penyaliban menggunakan alat kayu.
Begitu ia masuk ke dalam kali
Ikan larikan kail di rabunya
Di pusaran putih
Segala tuba
Jamil! Jamil!
Bersuluh obor
mereka mengejarnya
setelah ia
bunuh anak lurah di pesta.
Dan tikaman paling dendam
melepas dahaga hitam
pada tubuhnya yang capai.
(Rendra, 1971: 36)
Puisi Rendra di atas dengan judul Ballada Gadisnya Jamil, Si Jagoan menggunakan alat kail dan obor.
Dan sepanjang malam terurai riwayat duka
begini ceritanya:
Bila pucuk bambu ngusapi wajah bulan
ternak rebah dan bunda-bunda nepuki paha anaknya
dengan kumbang-kumbang api jatuh peluru meriam pertama
malam muntahkan serdadu Belanda dari Utara.
(Rendra, 1971: 47– 47)
Puisis Rendra di atas yang berjudul Ballada Sumilah menunjukkan alat meriam.
2.1.6 Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan oleh Rendra dalam kumpulan puisi Ballada orang-orang Tercinta terdapat pada dua puisinya, yakni Ada Tilgram Tiba Senja dan Tangis. Dua puisi karya Rendra sebagai berikut.
ADA TILGRAM TIBA SENJA
(Ada tilgram tiba senja
dari pusar kota yang gila
disemat di dada bunda).
(BUNDA KEMBALI TANDAS KE TULANG
ANAKDA KEMBALI PULANG)
Kapuk randu! Kapuk randu!
Selembut cendawan
Kuncup-kuncup di hatiku
Pada mengembang bemerkahan.
Dulu ketika pamit mengembara
Kuberi ia kuda bapanya
Berwarna sawo muda
Cepat larinya
Jauh perginya.
Dulu masanya rontok asam jawa
Untuk apa kurontokkan air mata?
Cepat larinya
Jauh perginya.
Lelaki yang kuat biarlah menuruti darahnya
menghujam ke rimba dan pusar kota.
Tinggi bunda di rumah menepuki dada
Melepas hari tua, melepas doa-doa
Cepat larinya
Jauh perginya
Elang yang gugur tegeletak
Elang yang gugur terebah
Satu harapku pada anak
Ingat ’kan pulang ’pabila lelah.
Kecilnya dulu remasi susuku
Kini letih pulang ke ibu
Hatiku tersedu
Hatiku tersedu.
Bunga randu! Bunga randu!
Anakku lanang kembali kupangku.
Darah, o, darah
Ia pun lelah
Dan mengerti artinya rumah
Rumah mungil berjendela dua
Serta bunga di bendulnya
Bukankah itu mesra?
Ada podang pulang ke sarang
Tembangnya panjang berulang-ulang
– Pulang ya pulang, hai petualang!
Ketapang. Ketapang yang kembang
Berumpun di dekat perigi tua
Anakku datang, anakku pulang
Kembali kucium, kembali kuriba.
(Rendra, 1971: 28)
TANGIS
Ke mana larinya anak tercinta
Yang diburu segenap penduduk kota?
Paman Doblang! Paman Doblang!
Ia lari membawa dosa]tangannya dilumuri cemar noda
Tangisnya menyusuri belukar di rimba.
Sejak semalam orang kota menembaki
Dengan dendam tuntutan mati
Dan ia lari membawa diri
Seluruh subuh
Seluruh pagi
Paman Doblang! Paman Doblang!
Ke mana larinya anak tercnita
Di padang lalang mana
Di bukit kapur mana
Mengapa tak lari di riba bunda?
Paman Doblang! Paman Doblang!
Pesankan padanya dengan angin kemarau
Ibunya yang tua menunggu di dangau.
Kalau lebar nganga lukanya
Mulut bunda ’kan mengucupnya
Kalau kotor warna jiwanya
Ibu cuci lubuk hatinya
Cuma ibu yang bisa mngerti
Ia membunuh tak dengan hati
Kalau memang haruskan darah manusia
Suruhlah minum darah ibunya.
Paman Doblang! Paman Doblang!
Katakan, ibunya selalu berdoa.
Kalau ia ’kan mati jauh di rimba
Suruh ingat marhum bapanya
Yang di sorga, di imannya.
Dan di dangau ini ibunya menanti
Dengan rambut putih dan debar hati.
Paman Doblang! Paman Doblang!
Kalau di rimba rembulan pudar duka
Katakan, itulah wajah ibunya.
(Rendra, 1971: 31)
Gaya bahasa puisi W. S. Rendra seperti di atas begitu cermat dan sugestif. Rendra berusaha menerjemahkan respon pengalaman emosional dan intelektualnya ke dalam kata. Kemanusiaan puisi yang penuh daya pukau ini lahir dari kemampuan Rendra menggunakan kata-kata. Kemampuan menggunakan kata-kata itu diartikan, mampu mengambil kata-kata dari perbendaharaan umum, kemudian mengangkatnya ke dalam bahasa puisi. Ini berarti kata-kata yang digunakan oleh Rendra tidak diambil dari kamus khusus yang berbeda dengan kata-kata yang digunakan masyarakat umum. Pemilihan kata-kata yang dipakai oleh Rendra menimbulkan efek puitis yang tidak ada di kamus Bahasa Indonesia maupunn bahasa asing.
BAB III KESIMPULAN
Puisi sebagai karya sastra yang banyak memiliki perbedaan dengan karya sastra lain. Puisi sangat menarik untuk dikaji, banyak keistimewaan puisi dibandingkan dengan karya sastra yang lain, karena terikat dengan struktur-struktur tertentu. Hal itu merupakan kesulitan dalam mengkaji puisi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengakaji puisi adalah dengan menggunakan metode struktural. Kajian struktural dalam puisi meliputi judul, tema, irama, diksi, latar, dan gaya bahasa. Kajian struktural dalam pemahaman sebuah puisi sangat penting dan perlu, karena kajian struktural merupakan dasar utama untuk memahami pengkajian puisi selanjutnya.
3.1 Judul
Judul pada kumpulan puisi Ballada orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra ini mewakili seluruh puisi yang terdapat di dalamnya. Terdapat sebelas judul puisi yang menggunakan kata ”Ballada”. Ini menbuktikan bahwa setiap puisi yang ditulis Rendra sangat berkaitan erat antara satu dengan yang linnya.
3.2 Tema
Pada kumpulan puisi Ballada orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra, tema mewakili seluruh puisi yang terdapat di dalamnya. Terdapat sebelas judul puisi yang menggunakan kata ”Ballada”. Ballada berarti sebuah cerita atau kisah yang ditulis dalam bentuk puisi. Ballada yang terdapat pada setipa puisi karya Rendra tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa tema yang mewakili keseluruhan puisi tersebut adalah kisah-kisah rakyat yang ingin mencinta dan dicinta.
3.3 Irama
Pada kumpulan puisi Ballada orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra terdapat irama-irama yang sangat bagus. Irama-irama tersebut meliputi nada sedih, terharu, dan marah. Nada-nada yang digunakan Rendra mewakili perasaan penyair dan dapat diterima dengan baik oleh pembacanya.
3.4 Diksi
Pada kumpulan puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra kata yang dipilih mewakili pikiran dan perasaannya. Kata-kata Rendra tersebut tidak dapat digantikan dengan kata yang lain meskipun artinya sama, karena kata tersebut sudah melalui perhitungan dan pemilihan kata yang cermat dan mempunyai nilai estetik.
3.5 Latar
Pada kumpulam puisi Ballada Orang-orang Tercinta karya W. S. Rendra latar yang digunakan adalah latar tempat, latar waktu dan latar alat yang melingkupi cerita dari puisi-puisi tersebut. Latar yang dignakan Rendra menggambarkan suasana yang terjadi dalam setiap cerita pada puisi-puisi tersebut.
3.6 Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan oleh Rendra dalam kumpulan puisi Ballada orang-orang Tercinta terdapat pada dua puisinya, yakni Ada Tilgram Tiba Senja dan Tangis menggunakan bahasa sehari-hari, namun menimbulkan efek puitis. Gaya bahasa yang digunakan Rendra mampu menghidupkan dan menjiwai kata-kata itu.
DAFTAR PUSTAKA
Anoegrajekti, Dr. Novi, M.Hum. 2006. Telaah Puisi Indonesia II: Diktat Kuliah. Jember: Depdiknas UNEJ FS Jurusan Sastra Indonesia.
Laelasari, S.S. dan Nurlailah, S.S. 2007. Ensiklopedia: Tokoh Sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Nuansa Aulia.
Luxemburg, Jan Van, Mike Bal dan Willem G. Weststijn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
KM, Saini. 1993. Puisi dan Beberapa Masalahnya. Bandung: Penerbit ITB.
Maslikatin, Titik. 2007. Kajian Sastra: Prosa, Puisi, Drama. Jember: UNEJ Press.
Pradopo, Prof. Dr. Rahmad Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradopo, Prof. Dr. Rahmad Djoko. 1990. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisi Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: UGM Press.
Pratama, Bagus Aditya. 2008. Koleksi Pantun, Puisi, Kata Mutiara dan Peribahasa. Surabaya: Pustaka Media.
Rendra, W.S. 1971. Ballada Orang-orang Tercinta. Jakarta: Pustaka Jaya – Yayasan Jaya Raya.
Suroto. 1993. Teori dan Bimbingan: Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tarigan, Pror. Dr. Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
-->
KAJIAN STRUKTURAL DRAMA SOBRAT
KARYA ARTHUR S. NALAN
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas ridho-NYA penulis dapat menyelesaikan tugas Kajian Drama Indonesia I ini dengan lancar. Kajian drama ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing Mata Kuliah Kajian Drama Indonesia I yang bertujuan menganalisis secara struktural naskah drama yang berjudul Sobrat karya Arthur S. Nalan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. I.C. Sudjarwadi dan Dra. Titik Maslihatin M.Hum, selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Kajian Drama Indonesia I dan segenap pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas kajian drama ini. Semoga tugas analisis structural naskah drama ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita.
Kritik dan saran sangat penulis butuhkan untuk menambah kesempurnaan tugas naskah drama ini.
Jember, 27 April 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… 1
PRAKATA.................…………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................ 4
1.2 Permasalahan......................................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat............................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum/Manfaat................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus/Tujuan.................................................................. 5
1.4 Tinjauan Pustaka.................................................................................... 6
1.5 Landasan Teori....................................................................................... 6
1.5.1 Judul............................................................................................. 6
1.5.2 Wawancang dan Kramagung....................................................... 7
1.5.3 Babak dan Adegan....................................................................... 7
1.5. 4 Tema........................................................................................... 7
1.5.5 Penokohan dan Perwatakan......................................................... 7
1.5.6 Konflik......................................................................................... 8
1.5 7 Alur.............................................................................................. 8
1.5.8 Latar............................................................................................. 8
1.5.9 Teknik Dialog.............................................................................. 9
1.5.10 Tipe Drama................................................................................ 9
BAB II : ANALISIS
2.1 Analisis Struktural................................................................................. 10
BAB III: KESIMPULAN........................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 29
SINOPSIS................................................................................................................ 31
1.1 Latar belakang Masalah
Secara etimologi drama berasal dari bahasa Yunani dram yang berarti gerak, aksi atau perbuatan. Secara terminologi drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita, yang dipertunjukan di depan orang banyak. Dalam arti sempit, drama adalah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan ke atas panggung, disajikan dalam bentuk dialog dan gerak berdasarkan naskah, didukung tata panggung, tata lampu, tata musik dan tata busana. Oleh karena itu, penonton dapat langsung menikmati dan mengikuti jalan cerita tanpa harus membayangkan, mengimajinasikan pikiran dalam cerita tersebut. Hal ini, akan tampak nyata bila kita bandingkan dengan prosa (cerpen dan novel) dan puisi. Pembaca prosa dan puisi harus aktif membayangkan peristiwa yang terjadi, gerak-gerik tokoh, perawakan tokoh dan percakapannya. Namun pada drama, hal itu tidak perlu dilakukan oleh penonton karena semuanya sudah diperagakan atau ditampilkan secara lengkap di atas panggung..
Naskah drama yang dianalisis adalah naskah drama Sobrat karya Arthur Supardan Nalan S.Sen. M.Hum, nama populernya adalah Arthur S. Nalan. Ia lahir di Majalengka Jawa Barat pada tanggal 21 Februari 1959. Sekarang beliau berdomisili di Jl. Parakan Asih No.7 Bandung . Ia mendapat gelar Sarjana Muda Jurusan di Universitas Teater ASTI Bandung pada tahun 1982, Sarjana Seni Jurusan di Universitas Tari STSI Surakarta pada tahun 1989 dan Magister Humaniora di Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 1993. Dari karya-karyanya, naskah drama Sobrat yang dipilih untuk dianalisis, karena naskah drama ini menjadi pemenang pertama dalam Sayembara Menulis Naskah Drama DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) pada tahun 2003. Cerita dalam naskah drama Sobrat diambil dari kisah nyata tragedi penambang emas liar di daerah Gunung Pongkor, Jawa Barat serta kejadian aneh yang dialami oleh pembantunya sekitar tahun 80-an yang bernama Jaman. Pembantunya suka nomor buntut dan ia bermimpi bertemu dengan jin wanita di garasi rumah. Jin itu membisikkan nomor jitu dengan syarat Jaman harus bersedia menikah dengannya. Setting dalam naskah drama ini, adalah pada masa penjajahan ketika masa kuli kontrak, Indonesia menjadi budak negara lain. Hal ini tercermin pada masa sekarang, bahwa Indonesia masih menjadi bangsa kuli dengan adanya pengiriman TKI dan TKW yang tidak pernah berhenti.
1.2 Permasalahan
Naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan yang dianalisis unsur-unsur intrinsiknya sangat berkaitan. Judul dalam naskah drama Sobrat menunjukkan tokoh utama yaitu Sobrat, tokoh yang banyak mengalami konflik, tokoh yang membutuhkan waktu penceritaan yang lama, tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain. Tema mayor yang terdapat dalam naskah ini adalah “mudah terpengaruh pada orang lain dapat menggoyahkan keimanan”, hal ini dibuktikan dengan tokoh utama yaitu Sobrat. Sobrat adalah seorang pribadi yang mudah terpengaruh sehingga melupakan ajaran-ajaran agama dan tidak patuh kepada orang tuanya. Hal itulah yang menjadikan Sobrat menyesal dalam hidupnya. Alur naskah drama Sobrat adalah alur mundur, ditandai dengan munculnya permasalahan (generating circumtances). Tokoh utama pada naskah drama Sobrat adalah Sobrat, karena dilihat dari judulnya, Sobrat menunjukkan tokoh utama. Tokoh pendukung dalam naskah drama Sobrat adalah Mongkleng, Inang Johar, Rasminah, Bromo dan Silbi Gendruwi. Watak tokoh utama, Sobrat berwatak bulat atau round character. Latar pada nskah drama ini sangat berkaitan, yaitu ditandai dengan keterkaitan antara latar tempat (penambangan emas), waktu (malam hari, ketika para pekerja pnambang emas diperintah untuk istirahat), alat (blincong dan bakul), latar lingkungan kehidupan (lingkungan pekerja penambang emas), dan latar sistem kehidpan (lingkungan kehidupan yang keras).
1.3 Tujuan Dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Umum/Manfaat
1. Untuk menambah wawasan pembaca tentang analisis structural sebuah karya sasatra
2. Untuk mengajak pembaca agar lebih tertarik dalam membaca karya sasatra
3. Sebagai pedoman bagi pembaca dalam mengkaji karya sastra
4. Untuk meningkatkan kreatifititas pembaca dalam mengkaji karya sasatra
1.3.2 Tujuan Khusus/Tujuan
1. Agar pembaca dapat memahami unsur-unsur intrinsic dalam drama
2. Agar pembaca dapat mengetahui isi naskah drama secara keseluruhan
3. Naskah drama ini ditujukan untuk dibaca oleh pembaca, karena tanpa pembaca sebuah naskah drama kurang berguna
1.4 Tinjauan Pustaka
Analisis struktural naskah drama yang berjudul Sobrat tidak pernah ada. Namun di dalam sebuah skripsi Dony Kristianto hanya membahas sebatas konflik sosial tokoh Sobrat. Hasil penelitiannya adalah (1) konflik yang dialami tokoh Sobrat terjadi karena pertentangan kelas social dan perbedaan kepentingan. Konflik pertentangan kelas terjadi antara Sobrat dengan Ngabehi, Dongson, Para mandor bukit Kemilau serta Rasminah, sedangkan konflik yang terjdi karena perbedaan kepentingan terjadi antara Sobrat dengan awak kapal de Boulsit, Samolo dan Inang Honar; (2) konflik antara Sobrat dengan tokoh-tokoh lainnya secara umum didominasi oleh beberapa penyebab yaitu kemiskinan, perbedaan kepentingan dan eksploitasi. Penyebab utama adalah perbedaan kepentingan, terutama bila Sobrat hars berhadapan dengan para penguasa; (3) beberapa sikap diambil Sobrat dalam menghadapi konflik yaitu kompromi, pasrah, berkomplot, bersikap curang, melawan penindasan, balas dendam dan pantang menyerah.
1.5 Landasan Teori
1.5.1 Judul
Judul ialah kepala karangan. Judul merupakan kontak pertama antara penulis dengan pembaca. Judul dapat menunjukkan: (1) tokoh utama; (2) alur atau waktu; (3) objek yang dikemukakan dalam suatu cerita; (4) dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita; (5) dapat mengandung beberapa pengertian, misalnya tempat dan suasana (Jones dalam Maslikatin, 2007: 23)
Berdasarkan pendapat Jones di atas, judul pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan menunjukkan tokoh utama, karena mana tokoh dalam drama tersebut adalah Sobrat.
1.5.2 Wawancang dan Kramagung
Wawancang ialah ucapan atau dialog yang dicetak lepas harus diucapkan oleh tokoh cerita, sedangkan kramagung ialah petunjuk teknis yang harus dilakukan tokoh cerita secara lahiriah yang disebut stage direction (Tambajon dalam Maslikatin, 2007: 110). Pada naskah drama “Sobrat” karya Arthur S. Nalan terdapat beberapa wawancang dan karamagung.
1.5.3 Babak dan Adegan
Babak ialah bagian dari naskah drama yang menerangkan semua peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan pada suatu urutan waktu. Adegan ialah bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh datang dan perginya seorang tokoh atau lebih tokoh (Sumardjo dan Saini dalam Maslikatin, 2007: 114).
Pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas 18 babak dan 63 adegan.
1.5.4 Tema
Tema ialah gagasan pokok dalam sebuah cerita. Cara menentukan tema dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) menentukan persoalan mana yang paling menonjol; (2) persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik; (3) persoalan mana yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan. Tema dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor adalah tema yang menjadi pegangan dasar, sedangkan tema minor adalah tema yang keberadaannya membantu tema mayor.
Pada naskah drama Sobrat terdapat tema mayor yang merupakan konflik dari tokoh utama Sobrat, dan beberapa tema minor dari tokoh-tokoh lain.
1.5. 5 Penokohan dan Perwatakan
Tokoh cerita ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa dan perlakuan dalam berbagai peristiwa cerita (Sujiman, 1984: 16). Berdasarkan tingkat kepentingannya dalam cerita, tokoh dapat dibagi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam karya sastra (drama). Ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh bawahan adalah tokoh yang keberadaannya mendukung tokoh utama (Nurgiyantoro, 2000: 176).
Cara menentukan tokoh utama dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tema; (2) tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain; (3) tokoh yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.
Berdasarkan fungsinya dalam drama, tokoh cerita dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) protagonis, yaitu peran utama (pahlawan, pria/wanita)yang menjadi pusat cerita; (2) antagonis, yaitu peran lawan, sering juga menjadi musuh yang menyebabkan konflik; (3) tritagonis, yaitu peran penengah yang bertugas mendamaikan atau menjadi perantara protagonis dan antagonis; (4) peran pembantu, yaitu peran yang tidak secara langsung terlibat di dalam konflik, tetapi diperlukan untuk menyelesaikan cerita (Haryawan). Pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdapat tokoh protagonis, antagonis, protagonis dan peran pembantu.
1.5.6 Konflik
Konflik pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas konflik eksternal dan konflik internal.
1.5.7 Alur
Alur pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah alur flash back (sorot balik/alur mundur), di mulai dari generating circumstances, kemudian situation, kemudian rising action, kemudian climax, dan terakhir denouement.
1.5.8 Latar
Pradopo membagi aspek latar menjadi lima, yaitu: 1)latar tempat; 2) latar waktu; 3) latar alat; 4) latar lingkungan hidup; dan 5) latar sistem kehidupan. Kelima aspek latar tersebut pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan.
1.5.9 Teknik Dialog
Boulton membagi teknik dialog menjadi dua bagian, yaitu (1) teknik dialok sendiri (monolog); dan (2) teknik percakapan (dialog antara tokoh satu dengan tokoh yang lain). Naskah drama Sobrat terdapat dua teknik dialog tersebut, yaitu tokoh Sobrat yang berbicara dengan dirinya sendiri, dan percakapan antara Sobrat dengan tokoh yang lain.
1.5.10 Tipe Drama
Boulton membagi tipe drama menjadi 17 macam, yaitu 1) tragedi; 2) melodrama; 3) heroic play atau drama kepahlawanan; 4) problem play; 5) komedi; 6) comedy of erros (kekeliruan) atau of manners kesalahan); 7) komedi bergaya aneh; 8) komedi sentimental; 9) komedi watak/humor; 10) lawak; 11) drama ide; 12) drama didaktik atau propaganda; 13) history play atau drama sejarah; 14) tragedi-komedi; 15) drama simbolik; 16) drama-tari; 17) pantomime.
Tipe drama pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah tragedi. Satu diantara tokoh-tokohnya ada yang mati, yaitu mimi ibu Sobrat. Diceritakan juga dalam drama Sobrat, tokoh utama Sobrat sering kali mengalami penderitaan dari awal sampai akhir cerita
BAB II ANALISIS
2.1 Analisis Struktural
Analisis sruktural merupakan suatu analisis yang mengungkapakan unsur-unsur pembangun karya sastra dari dalam. Robert Schobes (1977: 4) menyatakan, bahwa analisis sruktural adalah suatu cara untuk mencari kenyataan atau makna karya sastra, bukan benda-benda atau unsur-unsur karya sastra secara sendiri-sendiri, tetapi dalam hubungannya antara benda-benda atau unsur-unsur karya sastra itu.
Analisis sruktural dalam analisis drama ini sebagai langkah untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengarang dalam membuat sruktur atau unsur-unsur naskah drama Sobrat, sehingga memiliki suatu makna yang utuh.
2.1.1 Judul
Judul drama: Sobrat karya Arthur S. Nalan. Judul naskah drama karya Arthur S. Nalan menunjukkan tokoh utama (tokoh utama bernama Sobrat).
2.1.2 Wawancang dan Kramagung
Naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdapat beberapa wawancang dan karamagung.
Data yang menunjukkan wawancang pada naskah drama Sobrat sebagai berikut:
Sobrat : Aku dendam pada Ngabihi!
Mongkleng : Bagus, tapi kenapa?
Sobrat : Dia rebut Iloh pacarku untuk jadi isrti kelimanya!
Mongkleng : Bagus! Nanti bisa kamu balas kalau kamu sudah kaya!
Sobrat : Mengapa harus kaya dulu?
Mongkleng : Orang kaya bisa apa saja! Seperti Ngabihi! Bagaimana?
Sobrat : Bagaimana apa?
Mongkleng :Jangan bodoh! Sejak sekarang ke mana kamu pergi, aku menemanimu!
Sobrat : Nanti orang takut melihatmu!
Mongkleng : Hanya kamu saja yang tau!
Sobrat : O, begitu?
Mongkleng : Kalau begitu salaman!
(Sobrat: 16-17)
Data yang menunjukkan kramagung pada naskah drama Sobrat sebagai berikut:
Silbi dan Sobrat masuk ke dalam peraduan. Asap menggulung di sekitar peraduan. Sobrat dan Silbi menarikan berahi di dalam peraduan. Tiba-tiba Sobrat meloncat, lalu memakai mahkota babi hutannya. Silbi turun penuh kepuasan, melambai dengan nakal. Sobrat bergerak seperti menari diikuti Mongkleng dengan payungnya. Mereka berdua seakan terbang dengan payung Mongkleng ( Sobrat: 73).
2.1.3 Babak dan Adegan
Naskah drama Sobrat terdiri atas 18 babak dan 63 adegan. Salah satu data yang menunjukkan adegan pada naskah drama Sobrat sebagai berikut:
Rasminah : Saya mau kerja, bukan mau digoda!
Kelasi I : Bohong kamu! Ayo ikut!
Rasminah : Tidak mau! Tidak mau…! Tolong saya!
(Sobrat: 28)
Data tersebut menunjukkan adegan pada babak ke-5. Kemudian ada pergantian adegan ketika Sobrat datang menolong Rasminah. Data tersebut sebagai berikut:
SOBRAT DATANG, MENARIK TANGAN DUA KELASI TERSEBUT. KELASI TERSEBUT TERKEJUT, RASMINAH MENJERIT, MENEPI.
Kelasi I : Kamu siapa, heh!
Sobrat : Namaku Sobrat!
(Sobrat: 28)
Data tersebut menunjukkan adegan, yang memiliki pengertian adegan ialah bagian dari babak yang batasnya ditentukan oleh perubahan peristiwa yang disebabkan datang dan perginya seseorang atau lebih tokoh (Sumardjo & Saini KM, 1986: 136).
2.1.4 Tema
Tema mayor pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah mudah terpengaruh pada orang lain dapat menggoyahkan iman seseorang. Ini terbukti bahwa pada naskah drama diceritakan, seorang Sobrat yang mudah terpengaruh oleh ajakan Inang Honar untuk merantau. Diceritakan juga bahwa Sobrat adalah seorang yang patuh pada orang tua dan taat pada agama, tetapi karena pengaruh itulah ia meninggalkan ibunya dan tidak taat lagi pada agamanya. Bukti konkret lainnya adalah di akhir cerita, Sobrat yang sudah mengalami penderitaan, masih mengingat kata-kata ibunya tentang para nabi yang tidak pernah berjudi. Jadi, tema mayor adalah suatu masalah yang mendasari seluruh isi cerita dan membutuhkan waktu penceritaan yang panjang dari awal hingga akhir cerita, seperti yang terdapat pada naskah drama Sobrat.
Data yang menunjukkan tema mayor sebagai berikut:
(Di awal cerita)
Sobrat : Beginilah hidupku di Tapakdara ini! Jauh dari Kampung Lisung datang ke Bukit Kemilau hanya untuk mengadu nasib menjadi kuli kontrak penambang emas. Padahal aku cukup bahagia bersama Mimi, ibuku. Mimi yang sangat telaten suka memasak sayur asem untukku, suka membuatkan pepes ikan untukku, dan suka bikin sambal pedas untukku. Semua itu kutinggalkan demi emas. Kalau aku beruntung, upah kudapat, lalu habis di lantai judi dan biti-biti. Lalu, aku kontrak lagi. Aku selalu tergoda, sejak pergi tinggalkan kampung, sejak pergi dari tanah yang sebenarnya subur, sawah yang ledok, dan kebo yang montok.
(DIAM)
Kalau saja kau tidak tergoda oleh bujuk rayu Inang Honar, waktu itu, mungkin aku sekarang tengah memandikan kebo milki Ngabihi, orang kaya di kampungku. Mungkin sekarang aku tengah makan singkong baker dari hawu sambil sesekali menggigit gula jawa biar tambah enak.
(Sobrat: 5)
(Di tengah cerita)
TERDENGAR SUARA MIMI LAMAT-LAMAT
Suara Mimi : Sobrat, Sobrat! Judi itu dilarang agama. Kamu dulu rajin ngaji di tajuk Ustad Uci. Kamu paling senang dengarkan kisah para nabi. Tak ada nabi yang berjudi.
Bromo : Kamu ngelamun?
Sobrat : Ah, tidak. Ayo Wak, dimulai!
(Sobrat: 62-63)
(Di akhir cerita)
TERDENGAR LAMAT-LAMAT SUARA MIMI
Suara Mimi : Sobrat, Sobrat! Mimi juga bilang apa, para nabi itu tidak pernah berjudi.
(Sobrat: 111)
Tema minor pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan sebagai berikut:
1. Inang Honar : untuk mendapatkan kekayaan, seseorang dapat menghalalkan segala cara.
2. Mongkleng : jiwa jahat seseorang akan muncul karena rendahnya iman.
- Bromo : kesetakawanan seorang sahabat.
- Silbi : roh jahat yang mempengaruhi manusia.
5. Rasminah : ketidakberdayaan wanita dapat dimanfaatkan orang lain.
2.1.5 Penokohan dan Perwatakan
Tokoh utama pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah Sobrat, karena dilihat dari judul drama ini adalah Sobrat, yang menunjukkan tokoh utama dalam cerita. Sobrat juga merupakan tokoh yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain dan paling banyak membutuhkan waktu penceritaan. Tokoh pendukung pada naskah drama Sobrat adalah Inang Honar, Mongkleng, Rasminah, Bromo dan Silbi Gendruwi (Ratu siluman).
Data yang menunjukkan tokoh utama sebagai berikut:
Sobrat : Bagaimana caranya, Inang?
Inang Honar : Kamu ikut aku ke Bukit Kemilau. Tinggal korek-korek tanah, kamu akan dapatkan emas sebesar biji salak. Kamu mau menjadi penambang emas di sana ?
(Sobrat: 10)
Sobrat : Kalau aku ingat kenakalanku, keisenganku dan keinginan-keinginan terpendamku, aku bisa tahu siapa kamu? Aneh?
Mongkleng : Ya tidak aneh. Makhluk itu punya dua sisi, seperti semua mata uang, entah kepeng, gobang, benggol, dinar, perak, atau emas. Pokoknya mata uang berwajah ganda, kiri dan kanan!
(Sobrat: 15-16)
Sobrat : (MENDEKATI RASMINAH) Bagaimana?
Rasminah : Terima kasih, Kang. Saya takut sekali!
Sobrat : Sobrat dari Kampung Lisung!
Rasminah : Rasminah dari Caruban.
Sobrat : Kamu ikut Inang!
(Sobrat: 29-30)
Sobrat : Wak pantas jadi panutanku.
Mongkleng : Berguru terus, dia banyak pengalamannya!
Bromo : Kamu akan kuajari berjudi, kamu mau?
(BROMO DUDUK, LALU MENGELUARAKAN BIJI JUDI)
Kenapa akau suka menang? Sebab aku hapal betul bunyi koplok ini. Kamu harus perhatikan, berapa kali Bandar menggoyang-goyangkan batok kelapa ini, dari sana kita tahu apa yang akan keluar!
(Sobrat: 63)
TERDENGAR SUARA MIMI LAMAT-LAMAT
Suara Mimi : Sobrat, Sobrat! Judi itu dilarang agama. Kamu dulu rajin ngaji di tajuk Ustad Uci. Kamu paling senang dengarkan kisah para nabi. Tak ada nabi yang berjudi.
Bromo : Kamu ngelamun?
Sobrat : Ah, tidak. Ayo Wak, dimulai!
(Sobrat: 62-63)
Silbi : Sabarlah. Sebelum kamu pergi, kamu harus tahu, bahwa siapa pun yang kawin denganku ada untung ruginya!
Sobrat : Untungnya?
Silbi : Kekayaan yang melimpah!
Sobrat : Ruginya?
Silbi : Umurmu!
Sobrat : Umurku?
Silbi : Setiap tarikan nafas, umurmu berkurang. Ibarat sumur yang setiap tiap hari dikuras airnya dan lama-lama akan habis, begitu juga kamu!
(Sobrat: 72-73)
Kelima contoh data tersebut menunjukkan tokoh utama dalam naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan. Tokoh utama Sobrat mulai dari awal sampai akhir cerita tampil secara dominan, sedangkan tokoh lain tampil untuk mendukung tokoh utama. Tokoh Sobrat adalah tokoh yang paling banyak mengalami peristiwa dan permasalahan. Data pertama menunjukkan tokoh Sobrat terpengaruh dengan ajakan Inang Honar yang mengajaknya merantau ke Bukit Kemilau untuk mencari kekayaan. Data kedua, Sobrat mengikuti jiwanya yang jahat, yaitu diwujudkan dengan bayangan hitam bernama Mongkleng. Data ketiga Sobrat bertemu dengan Rasminah yang pada akhirnya dia menjadi istri Sobrat. Data keempat Sobrat bersahabat dengan Bromo, seorang laki-laki yang sudah lama tinggal di Bukit Kemilau, dan Sobrat pun terpengaruh dan mengikuti ajarannya, yaitu berjudi. Data keenam Sobrat terpengaruh oleh Silbi, Ratu Siluman yang mengaku pemilik Bukit Kemilau.
Perwatakan erat kaitannya dengan tokoh, karena setiap tokoh memiliki watak-watak tertentu. William Kenney ( 1996: 28 – 29), membagi perwatakan tokoh menjadi dua, yaitu round character (berwatak bulat) dan flat character (berwatak datar). Watak bulat adalah tokoh yang memiliki watak yang berubah-ubah dari awal hingga akhir cerita. Watak datar adalah tokoh yang memiliki watak yang tetap dari awal sampai akhir cerita.
Tokoh utama Sobrat memiliki watak bulat. Data yang menunjukkan tokoh utama memiliki watak bulat sebagai berikut:
Sobrat : Beginilah hidupku di Tapakdara ini! Jauh dari Kampung Lisung datang ke Bukit Kemilau hanya untuk mengadu nasib menjadi kuli kontrak penambang emas. Padahal aku cukup bahagia bersama Mimi, ibuku. Mimi yang sangat telaten suka memaska sayur asem untukku, suka membuatkan pepes ikan untukku, dan suka bikin sambal pedas untukku. Semua itu kutinggalkan demi emas. Kalau aku beruntung, upah kudapat, lalu habis di lantai judi dan biti-biti. Lalu, aku kontrak lagi. Aku selalu tergoda, sejak pergi tinggalkan kampung, sejak pergi dari tanah yang sebenarnya subur, sawah yang ledok, dan kebo yang montok.
(Sobrat: 5)
Tokoh pendukung pada naskah drama Sobrat memiliki watak sebagai berikut:
Inang Honar : watak datar, karena dari awal diceritakan Inang Honar memiliki watak jahat (antagonis) yang suka mempengaruhi pemuda kampung untuk bekerja menjadi kuli di penambang emas, juga dia sebagai penjual para gadis.
Mongkleng : watak datar, karena di awal sampai akhir cerita dalam drama, diceritakan Mongkleng adalah jiwa jahat yang selalu mempengaruhi Sobrat untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.
Rasminah : watak bulat, karena kemunculannya pada awal cerita, dia adalah seorang wanita yang pasrah dan penurut pada orang yang menguasai dirinya, tetapi akhirnya Rasminah berani lari bersama Sobrat meskipun ia seudah menjadi seorang nyai.
Bromo : watak datar, karena diceritakan bahwa dia memang adalah seorang yang suka melakukan tindak pidana sejak dari kampung halamannya hingga datang ke Bukit Kemilau.
Silbi : watak datar, karena sejak kemunculannya diceritakan dia adalah Ratu Siluman yang jahat dan suka mempengaruhi Sobrat.
2.1.6 Konflik
Konflik pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas konflik eksternal dan konflik internal. Data yang menunjukkan konflik eksternal (fisik) pada naskah drama “Sobrat” sebagai berikut:
- konflik antara manusia dengan manusia, yaitu antara Sobrat dan Mandor Burik.
MANDOR BURIK DAN SOBRAT BERKELAHI. KULI-KULI BERKUMPUL, MELINGKAR, SAMBIL MENYANYIKAN SEMBOYAN. AWALNYA, MANDOR BURIK BERJAYA DENGAN CAMBUKNYA. NAMUN, CAMBUKNYA BERHASIL DIREBUT SOBRAT. DENGAN SATU KALI AYUNAN DAN PITINGAN, MANDOR BURIK TAK BERKUTIK.
(Sobrat: 38)
- konflik antara manusia dengan masyarakat, yaitu konflik antara Sobrat dengan Kelasi I dan Kelasi II.
(Sobrat: 29)
- konflik antara manusia dan alam tidak terdapat dalam naskah drama ini.
Data yang yang menunjukkan konflik internal sebagai berikut:
- konflik antara ide yang satu dengan yang lain, yaitu konflik antara Sobrat dengan Dongson.
Dongson : Tolong hentikan saja, kasihanilah aku, Brat!
Sobrat : Tidak. Aku mau jai pemilik tempat ini!
Dongson : Kamu kuras habis milikku, Brat!
Sobrat : Aku tidak peduli!
Dongson : Kamu tega, Brat!
Sobrat : Dulu juga kamu kuras setiap kantong para kuli. Lalu, mereka kamu pinjami. Kemudian, mereka yang kalah kamu kontrak lagi. Mereka yang menang, kamu kuras lagi. Terus begitu dan begitu.
Dongson : Aku bisa bangkrut.
Sobrat : Bangkrutlah!
(SEMUA TERTAWA)
(Sobrat: 91-92)
- konflik antara seseorang dengan kata hatinya tidak terdapat dalam naskah drama ini.
2.1.7 Alur
Alur pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah alur flash back (sorot balik/alur mundur), di mulai dari generating circumstances, kemudian situation, kemudian rising action, kemudian climax, dan terakhir denouement.
- Generating circumstances, yaitu tahap pemunculan konflik dalam cerita, terjadi saat Sobrat kalah bermain judi di Tapakdara, tempat judi milik Dongson.
Data yang menunjukkan generating circumstances sebagai berikut:
SEBUAH TEMPAT BERNAMA TAPAKDARA. DI TEMPAT JUDI MILIK DONGSON YANG RAMAI OLEH KAUM LAKI-LAKI DAN PELAYAN WANITA YANG DISEBUT BITI-BITI.
Dongson : (MENGOCOK BATOK KELAPA BERISI DADU) Koplok-koplok-koplok!
(MENJATUHKAN KE LANTAI JUDI)
Kelabang, kalajengking, ah, laba-laba!
(TERTAWA) Kalian kalah!
(KEPADA WANITA DI SAMPINGNYA)
Lampok, simpan di tong!
(WANITA PELAYAN ITU DENGAN TELATEN MEMUNGUTI UANG BENGGOL-BENGGOL DAN MEMASUKKANNYA KE TONG KAYU)
(Sobrat: 3-4)
2. Situation, yaitu tahap pengenalan dalam cerita, terjadi saat Sobrat ikut dalam permainan dogong di kampungnya. Saat itu ia masih belum merantau.
Data yang menunjukkan situation sebagai berikut:
TAMPAK PERMAINAN MUSIK KENDANG PENCAK SILAT IRAMA “PADUNDUNG”. TROMPETNYA BERTUAT-TUIT RIANG. TAMPAK PULA ADU GULAT TRADISIONAL ALA SUNDA YANG DISEBUT ‘PERMAINAN DOGONG’ TENGAN BERLANGSUNG. YANG BERMAIN, YAITU SOBRAT DAN SAMOLO. KEDUA-DUANYA JAGOAN DOGONG KAMPUNG LISUNG. SEMENTARA ITU TAMPAK PAK NGABIGHI-KEPALA KAMPUNG- DITEMANI INANG HONAR, TAMU ISTIMEWA DARI SEBERANG SELAKIGUS SEORANG PENCARI TENAGA KERJA. ORANG-ORANG BERKERUMUN MENIKMATI PERMAINAN DOGONG.
TIBA-TIBA SOBRAT BERHASIL MENJATUHKAN SAMOLO DAN MENINDIHNYA. SAMOLO TAK BERDAYA. IA KALAH. SEMUA BERSORAK, INAMG HONAR DENGA KIPAS WARNA MERAHNYA TAMPAK SENANG. MUSIK KENDANG PENCAK SILAT TERDENGAR NAIK TURUN. JIKA ADA DIALOG, TERDENGAR MENURUN. SEMENTARA JIKA MERESPON SITUASI, AKAN MENAIK.
Wasit Dogong : Akhirnya, lahir jago dogong baru dari Kampung Lisung, yaitu Sobrat!
Orang-orang : Hidup Sobrat! Hidup Sobrat!
(Sobrat: 8)
3. Rising action, yaitu tahap di mana konflik mulai memuncak dalam cerita, terjadi saat Sobrat jatuh ke dalam sumur dan tiba-tiba ia berada di alam lain, tempat Silbi Gendruwi Si Ratu Siluman.
Data yang menunjukkan rising action sebagai berikut:
Sobrat : Aku tidak jadi mati? Benarkah itu?
Silbi : Benar, seharusnya kamu mati. Berkat pertolonganku kamu tidak jadi mati.
Sobrat : Aku harus kembali!
Silbi : Kamu tidak mungkin kembali karena sudah jadi milikku. Kamu akan menjadi siluman penghuni Bukit Kemilau, rohmu akan berguna buatku.
Sobrat : Aku tidak mau! Aku belum kaya!
Silbi : (TERTAWA)
Ah, kamu ingin kaya? Bagus, kebetulan sekali. Bagaimana kalau kita buat perjanjian?
Sobrat : Perjanjian apa?
Silbi : Perjanjian antara kamu dan aku. Perjanjian suci.
(TERTAWA)
Sobrat : Perjanjian suci? Apa maksudmu?
Silbi : Kamu bisa kembali ke bumi tempat tinggalmu, asalkan kamu mau menepati janji!
Sobrat : Katakan, Silbi!
(Sobrat: 69-70)
- Climax, yaitu tahap di mana konflik sudah memuncak, terjadi saat Sobrat pulang ke kampung halamannya dan mendapat kabar tentang kematian ibunya. Babak ini merupakan climax, karena tujuan Sobrat merantau adalah untuk membahagiakan ibunya dengan membawa harta yang berlimpah dan seorang menantu untuk ibunya. Namun, tanpa disangka Sobrat, cita-citanya itu tak dapat terlaksanakan.
Data yang menunjukkan climax sebagai berikut:
Sobrat : Wak, bagaimana Mimi?
Wak Lopen : Mimimu…?
(MENANGIS)
Sobrat : Kanapa, Wak? Katakan, Wak!
Wak Lopen : Malam itu setelah tahu kamu kabur ikut inang gemuk itu ke tanah seberang, mimimu berteriak-teriak memanggil namamu. Ia berlari sampai ke batas kampung… sampai ujung Sungai Ciberes Girang… sampai suaranya parau. Mungkin air matanya habis. Aku disuruh Ngabihi membujuknya, lalu membawanya ke warungku. Dia menyalahkanku sambil menunjuk-nunjuk, aku jadi malu. Aku malu pada diriku sendiri.
Sobrat : Kalau begitu, aku pergi!
Wak Lopen : Tunggu, Sobrat!
Sobrat : Ada apa, Wak?
Wak Lopen : Jangan pulang ke rumah. Rumahmu sudah dibeli Pak Ngabihi yang sekarang telah menjadi raksabumi di kadipaten.
Sobrat : Lalu, Mimi?
Wak Lopen : Maafkan aku, Sobrat. Mimimu telah pulang dengan tenang di Giri Tresnan, di bawah pohon Ki Hujan berdampingan dengan mamamu!
Sobrat : (BERTERIAK) Mimi…!
(Sobrat: 103)
5. Denouement, yaitu tahap penyelesaian, terjadi pada babak terakhir saat Sobrat mengalami penderitaan akibat perjanjiannya pada Silbi yang telah mempengaruhi dirinya.
Data yang menunjukkan denouement sebagai berikut:
Rasminah : Kang! Kamu tuli? Kamu bisu? Bagaimana mungkin?
SOBRAT DIAM HANYA MENANGIS. DIA MENGAMBIL KENDI DAN MENGGUYUR WAJAHNYA DENGAN AIR, MUNGKIN MENYESALI DIRINYA. MUNCUL MONGKLENG.
Mongkleng : (TERTAWA)
Sobrat… Sobrat! Kamu khianati sendiri perjanjian sucimu dengan Silbi Gendruwi. Kamu anggap itu angin lalu. Urusan dengan makhluk halus tidak bisa dianggap main-main. Kamu seharusnya sudah mati, tapi kamu ditolong jin Iprit itu karena dia jatuh cinta padamu. Aku hanyalah nafsumu, nafsu duniawimu. Tapi sekarang kamu sudah banayk merenung, kamu sudah banyak menyesal. Rasminah sudah menjadi pengganti mimimu yang mati karena merana sendiri. Tapi, kamu berutang pada Silbi Gendruwi. Akibatnya tanggung sendiri, kamu bisu dan tuli.
(TERKEKEH)
Jika sudah begini aku pergi, buat apa dekat-dekat lagi!
(TERTAWA)
Habis nafsu duniamu tampaknya tak berarti lagi. Aku pergi, kawan lama.
(PERGI)
MONGKLENG MENUTUP PAYUNG HITAMNYA. TINGGAL SOBRAT YANG BISU TULI, DIAM KOSONG DITEMANI RASMINAH
TERDENGAR LAMAT-LAMAT SUARA MIMI.
Mimi : Sobrat, Sobrat! Mimi juga bilang apa, para nabi itu tidak pernah berjudi. Para nabi itu tidak pernah berjudi.
(Sobrat: 111)
2.1.8 Latar
Pradopo membagi aspek latar menjadi lima, yaitu: 1)latar tempat; 2) latar waktu; 3) latar alat; 4) latar lingkungan hidup; dan 5) latar sistem kehidupan. Kelima aspek latar tersebut pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan, dengan data sebagai berikut:
1. Latar tempat: peristiwa terjadi di tempat perjudian dan tempat penambangan emas.
Data yang menunjukkan tempat perjudian sebagai berikut:
SEBUAH TEMPAT BERNAMA TAPAKDARA. DI TEMPAT JUDI MILIK DONGSON YANG RAMAI OLEH KAUM LAKI-LAKI DAN PELAYAN WANITA YANG DISEBUT BITI-BITI.
Dongson : (MENGOCOK BATOK KELAPA BERISI DADU) Koplok-koplok-koplok!
(MENJATUHKAN KE LANTAI JUDI)
Kelabang, kalajengking, ah, laba-laba!
(TERTAWA) Kalian kalah!
(KEPADA WANITA DI SAMPINGNYA)
Lampok, simpan di tong!
(WANITA PELAYAN ITU DENGAN TELATEN MEMUNGUTI UANG BENGGOL-BENGGOL DAN MEMASUKKANNYA KE TONG KAYU)
PARA PENJUDI TAMPAK GELISAH DAN PENASARAN, TERMASUK SOBRAT YANG TAMPAK LAYU. (Sobrat: 3)
Data yang meunjukkan tempat penambangan emas sebagai berikut:
DI BUKIT KEMILAU, TERDENGAR SUARA KENTUNGAN DIBUNYIKAN SEBAGAI TANDA PARA KULI PENAMBANG EMAS MULAI BEKERKA. TAMPAK MASUK PARA KULI PENUH SEMANGAT. MEREKA BERTELANJANG DADA.
(Sobrat: 34)
2. Latar waktu: salah satu waktu terjadinya peristiwa pada drama adalah waktu malam.
Data yang menunjukkan waktu malam sebagai berikut:
DI BARAK PARA KULI MALAM. SUARA KENTUNGAN TERDENGAR MONOTON, TANDA MEREKA HARUS BERISTIRAHAT.
Suara Mandor : Ayo tidur!
SOBRAT MASUK MEMBAWA CEMPOR. TERDENGAR SUARA WANITA CEKIKIKAN.
(Sobrat: 41)
1. Latar alat: alat yang digunakan dalam drama adalah alat-alat penambang emas, yaitu blincong dan bakul.
Data yang menunjukkan alat sebagai berikut:
SEMUA KULI TELAH MEMEGANG BLINCONG DAN BAKUL.
(Sobrat: 35)
4. Latar lingkungan kehidupan: lingkungan kehidupan yang melingkupi tokoh utama Sobrat adalah tempat perjudian dan tempat pekerja kuli penambang emas.
Data yang menunjukkan tempat perjudian sebagai berikut:
SEBUAH TEMPAT BERNAMA TAPAKDARA. DI TEMPAT JUDI MILIK DONGSON YANG RAMAI OLEH KAUM LAKI-LAKI DAN PELAYAN WANITA YANG DISEBUT BITI-BITI.
(Sobrat: 3)
Data yang menunjukkan tempat pekerja kuli pemanbang emas sebagai berikut:
DI BUKIT KEMILAU, TERDENGAR SUARA KENTUNGAN DIBUNYIKAN SEBAGAI TANDA PARA KULI PENAMBANG EMAS MULAI BEKERKA. TAMPAK MASUK PARA KULI PENUH SEMANGAT. MEREKA BERTELANJANG DADA.
(Sobrat: 34)
5. Latar sistem kehidupan: sistem kehidupan di tempat penambang emas yang mengelilingi tokoh Sobrat adalah keras, kejam, diktator dan otoriter.
Data yang menunjukkan sistem kehidupan sebagai berikut:
Sobrat : Dia sakit perut, Mandor. Dia agak mencret!
Mandor Burik : Alah alas an saja! Dasar pemalas!
Doyong : Saya sakit perut, Mandor!
Mandor Burik : Kembali kerja, atau kulecut dengan cambuk ini!
(MENGELUARKAN CAMBUK DAN HENDAK MENGAYUNKANNYA)
(Sobrat: 37)
2.1.9 Teknik Dialog
Boulton membagi teknik dialog menjadi dua bagian, yaitu (1) teknik dialok sendiri (monolog); dan (2) teknik percakapan (dialog antara tokoh satu dengan tokoh yang lain). Naskah drama Sobrat terdapat dua teknik dialog tersebut, yaitu tokoh Sobrat yang berbicara dengan dirinya sendiri, dan percakapan antara Sobrat dengan tokoh yang lain.
Data yang menunjukkan monolog sebagai berikut:
Sobrat : (SEDIH)
Mi, aku pulang, Mi! aku sudah kaya, Mi! Tapi, Mimi sudah mati.
(MENANGIS)
Pulang ke Gusti Allah. Aku masih ingat, kalu aku mau tidur, aku disuruh berdoa. Aku masih ingat…. Upet-upet obor jati… Ati tanghi badan turu… Sukma madem nanging Allah… Laa ilaha illallahu muhammadurrasulullah. Aku ingat, Mi!
(DIAM)
(Sobrat: 104)
Data yang menunjukkan dialog sebagai berikut:
2.1.10 Tipe Drama
Tipe drama pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah tragedi. Satu diantara tokoh-tokohnya ada yang mati, yaitu mimi ibu Sobrat. Diceritakan juga dalam drama Sobrat, tokoh utama Sobrat sering kali mengalami penderitaan dari awal sampai akhir cerita. Kebahagiaan yang dialami Sobrat hanya pada saat dia menjadi kaya dan menang dalam permainan judi dengan Dongson. Di awal cerita Sobrat kalah dalam permainan judi dan diceritakan bahwa dia adalah orang miskin. Ketika menjadi kuli penambang emas pun Sobrat selalu mengalami penderitaan. Begitu juga di akhir cerita, ketika Sobrat sudah kembali ke kampung halamannya, dia mengalami penderitaan, yaitu selain ditinggal mati oleh ibunya, dia menjadi tuli dan bisu.
Data yang menunjukkan bahwa drama Sobrat adalah tipe drama tragedi, sudah di jelaskan oleh penulis, Arthur S. Nalan, di bagian pendahuluan (cacatan gelap), bahwa kisah dalam drama Sobrat diilhami oleh tragedi penambang emas liar dan seorang pembantu penulis (Jaman) yang mengalami kejadian aneh, yang pada akhirnya Jaman mengalami penderitaan berupa bisu dan tuli (Sobrat: 2). Data yang menunujukkan salah satu tokoh dalam drama mati sebagai berikut:
Wak Lopen : Jangan pulang ke rumah. Rumahmu sudah dibeli Pak Ngabihi yang sekarang telah menjadi raksabumi di kadipaten.
Sobrat : Lalu, Mimi?
Wak Lopen : Maafkan aku, Sobrat. Mimimu telah pulang dengan tenang di Giri Tresnan, di bawah pohon Ki Hujan berdampingan dengan mamamu!
Sobrat : (BERTERIAK) Mimi…!
(Sobrat: 103).
BAB III KESIMPULAN
Drama sebagai karya sastra yang banyak memiliki perbedaan dengan karya sastra lain. Drama sangat menarik untuk dikaji, banyak keistimewaan drama dibandingkan dengan karya sastra yang lain. Hal itulah merupakan kesulitan dalam mengkaji naskah drama. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis naskah drama adalah dengan menggunakan metode struktural. Analisis struktural dalam naskah drama meliputi judul, wawancang dan kramagung, babak dan adegan, tema, penokohan dan perwatakan, konflik, alur, latar, teknik dialog dan tipe drama. Analisis struktural dalam pemahaman sebuah naskah drama sangatlah penting dan perlu, karena analisis struktural merupakan dasar utama untuk memahami pengkajian naskah drama selanjutnya.
3.1 Judul
Judul pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan menunjukkan tokoh utama. Hal ini berdasarkan lamanya penceritaan, konflik, yang dialami tokoh utama Sobrat dan hubungannya dengan tokoh-tokoh lain, yang sesuai dengan judul.
3.2 Wawancang dan Kramagung
Wawancang dan kramagung pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah.
3.3 Babak dan Adegan
Naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas 18 babak dan 63 adegan. Adanya babak-babak dan adegan-adegan tersebut sesuai dengan apa yang telah diceritakan dalam naskah.
3.4 Tema
Tema mayor yang menjadi inti dari cerita pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah mudah terpengaruh pada orang lain dapat menggoyahkan keimanan. Tema mayor ini sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah, sedangkan tema minor juga mendukung adanya tema mayor tersebut.
3.5 Penokohan dan Perwatakan
Tokoh pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas tokoh utama, tokoh bawahan dan pemeran pembantu. Pemunculan tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah. Perwatakan pada naskah drama ini, yaitu tokoh utama memiliki watak bulat, sedangkan tokoh bawahan serta pemeran pembatu memiliki watak bulat dan watak datar. Adanya perwatakan yang dimiliki setiap tokoh sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah.
3.6 Konflik
Konflik yang terjadi pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas konflik batin dan konflik fisik. Kemunculan konflik-konflik yang dialami tokoh utama dengan tokoh-tokoh lain sesuai dengan apa yang ddiceritakan pdalam naskah.
3.7 Alur
Alur yang digunakan pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah alur flash black atau alur sorot balik. Alur yang digunakan sesuai dengan pa yang diceritakan dalam naskah.
3.8 Latar
Latar pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan terdiri atas latar tempat, latar waktu, latar alat, latar lingkungan keidupan, dan latar sistem kehidupan. Adanya kelima latar yang mengelilingi tokoh utama tersebut sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah.
3.9 Teknik Dialog
Teknik dialog yang digunakan pada naskah drama Sobrat karya Artgur S. Nalan terdiri atas monolog dan dialog. Monog dialami oleh tokoh utama Sobrat, sedangkan dialog dialami oleh tokoh utama dengan tokoh-tokoh bawahan serta pemeran pembantu. Adanya teknik dialog yang digunakan sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah.
3.10 Tipe Drama
Tipe drama yang digunakan pada naskah drama Sobrat karya Arthur S. Nalan adalah tragedi. Tipe drama ini sesuai dengan apa yang diceritakan dalam naskah, yaitu dengan adanya satu tokoh yang meninggal di babak terakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. 5 Naskah Drama. Jakarta : PT Grasindo.
Maslikatin, Titik. 2007. Kajian Sastra: Prosa, Puisi, Drama. Jember: Unej Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Luxemburg, Jan Van, Mike Bal dan Willem G. Weststijn. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PTd Gramedia Pustaka Utama.
Pradopo, Prof. Dr. Rahmad Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soemardjo, Jakob dan Saini KM. 1986. Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia.
Suroto. 1993. Teori dan Bimbingan: Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan, Terjemahan Melani Budianto. Jakarta: Gramedia.
SINOPSIS
DRAMA SOBRAT KARYA ARTHUR S. NALAN
Sobrat adalah seorang pemuda pemberani dan jago dalam sebuah permainan, yaitu permainan dogong yang terdapat di desanya, Kampung Lisung. Seorang pencari tenaga kerja bernama Inang Honar lalu mengajaknya untuk merantau ke Bukit Kemilau dengan bekerja sebagai penambang emas. Karena pengaruh Inang Honar yang menjajikan kekayaan apabila merantau tersebut, akhirnya Sobrat ikut dengannya ke Bukit Kemilau. Bahkan Sobrat tidak peduli dan tidak meminta ijin dulu kepada mimi, ibunya. Ia bertekad akan bekerja keras dengan harapan membawa kekayaan untuk miminya yang miskin. Semangatnya semakin berkobar dengan adanya dorongan sebuah jiwanya yang jahat, yang dalam cerita ini dimunculkan dengan sosok bayangan hitam bernama Mongkleng. Sobrat pun selalu diikuti oleh Si Mongkleng ke mana pun ia pergi.
Sejak kebarangkatannya, Sobrat mengalami peristiwa-peristiwa. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain bertemunya ia dengan Rasminah di kapal, kemudian adanya konflik dengan mandor ditempat penambang emas, kemudian adanya konflik dalam permainan judi di tempat Dongson, seorang jago judi di Bukit Kemilau. Sobrat juga berkenalan dengan seseorang yang juga jago judi bernama Bromo di tempat pekerja penambang emas tersebut, yang akhirnya menjadi sahabatnya. Sobrat juga mengalami konflik tentang Rasminah, seorang wanita yang disuakinya, yang dibawa oleh seorang mandor lain dan dijadikan istrinya.
Konflik mulai muncul ketika Sobrat selalu mengalami kekalahan dalam permainan judi, dengan Dongson sebagai lawan mainnya. Sobrat pun dililit dengan hutang. Kemudian konflik yang dialami Sobrat mulai memuncak ketika ia terjatuh ke dalam sumur saat bekerja, yang membawanya ke suatu alam lain, yaitu alam siluman. Di situlah ia bertemu dengan Ratu Siluman bernama Silbi yang menawarkan suatu perjanjian padanya. Ratu Silbi menjajikan kekayaan yang berlimpah pada Sobrat dengan syarat Sobrat mau mengawininya dan nyawa sebagai taruhannya. Karena pengaruh dari Mongkleng, Sobrat pun menerima perjanjian itu, denga harapan dapat membawa kekayaan itu untuk miminya.
Sobrat pun akhirnya menjadi kaya dengan emas yang berlimpah. Ia juga dapat mengalahkan Dongson dalam perjudian, bahkan menguras habis seluruh harta Dongson. Dan dengan kekayaannya pun ia akhirnya dapat membawa lari Rasminah dan kemudian diperistrinya. Karena Sobrat telah mencapai keinginannya untuk menjadi kaya, ia pun kembali ke kampung halamannya. Sobrat pulang dan ingin kembali kepada miminya dengan membawa harta yang berlimpah dan seorang menantu untuk ibu yang sangat disayanginya. Lalu di sinilah Sobrat mengalami konflik yang memuncak, yaitu dengan sebuah kabar bahwa miminya telah meninggal. Sobrat menangisi pusara ibunya. Harapannya untuk membahgiakan ibunya dengan membawa harta sebanyak mungkin, tidak dapat dicapainya.
Tidak lengkap sampai di situ, Sobrat masih mengalami peristiwa yang menyedihkan. Yaitu di akhir cerita, Sobrat menjadi bisu dan tuli karena melanggar perjanjian dengan Ratu Silbi. Sobrat melanggar janji tersebut, yaitu ia telah memperistri Rasminah. Setelah peristiwa menyedihkan itu terjadi pada diri Sobrat, Mongkleng, sebuah jiwa jahatnya, akhirnya meninggalkannya. Sobrat tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyesali dirinya.
Tugas kuliah yang belasan tahun ngendap di draft. Baru nyadar kalau ada tulisan ini. Ya uda, tak posting aja.
BalasHapus